Tuesday, December 2, 2008

Touching The Void

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:Joe Simpson
Sungguh bersyukur bulan November ini saya kebanjiran buku-buku bermutu.

Salah satunya adalah buku ini. Touching The Void adalah kisah mengenai pendakian di pegunungan Andes, Peru, yang dilakukan oleh Simon Yates dan Joe Simpson. Sesungguhnya pendakian berlangsung sempurna dan mereka sempat mengambil gambar-gambar yang menakjubkan sebelum akhirnya kelelahan.

Hawa dingin dan cuaca yang tak menentu juga ikut menentukan nasib mereka. Simon terserang frostbite yang cukup parah pada jari tangannya, sementara Joe telah mengalami kelelahan akut. Hingga saat mereka memutuskan turun, energi dan fokus yang ada pada mereka sudah berkurang drastis.
Sementara, jalur turun ternyata lebih sukar daripada pendakian. Dengan kecepatan yang menyedihkan dalam kondisi cuaca yang menyeramkan, mereka berdua menyusuri jalur yang terjal dan berbahaya, penuh salju yang rapuh dan tidak terduga.

Saat Joe mengalami kecelakaan terjatuh ke jurang dan mengalami patah kaki, (maaf ini bukan spoiler karena memang ada di cover belakang :D), yang merupakan vonis fatal (baca:kematian) bagi para pendaki, Joe merasakan penyesalan karena merasa akan menjadi beban bagi Simon, sementara Simon, antara iba dan berat hati mau tidak mau harus menolong rekan sependakiannya. Namun mereka berhasil melakukan kerjasama yang baik dan kompak, sehingga mampu menuruni gunung sedikit demi sedikit, meski sangat menyakitkan buat Joe.

Tapi ternyata musibah belum berakhir, karena saking antusiasnya Simon menurunkan Joe dengan tali (di luncurkan dari atas dengan tali sepanjang 90 meter), mereka tidak menyadari bahwa ada jurang terjal di depan Joe. Akhirnya dapat ditebak, Joe terjatuh ke jurang sedalam (...berapa ya? 35 meter mungkin) . Saat terjatuh, mereka berdua masih saling terikat pada tali di masing-masing tubuh, yang menyebabkan Simon ikut tertarik ke arah Joe.

Dalam kondisi badai salju dan lawina (longsorang bola salju), kelelahan dan frostbite parah, tentu saja Simon tak akan sanggup lama menahan berat tubuh Joe, apalagi menolongnya. Dalam keadaan itulah Simon memutuskan memotong tali yang menahan Joe.

Simon tahu bahwa tindakannya secara moral tidak patut, namun ia juga tahu bahwa ia tak akan dipersalahkan oleh orang ataupun hukum karenanya. Karena itulah, ia memotong tali dengan keyakinan bahwa Joe sudah mati (kalau tidak, pasti akan mati) di dalam jurang tersebut.
Lalu ia menengok jurang tempat Joe terjatuh dan memastikan bahwa tidak ada tanda-tanda Joe dapat selamat.

lalu ia pergi meninggalkan Joe dengan perasaan berkecamuk.

Teman-teman,

Mulai dari sini dimulailah petualangan yang mendebarkan. Perjuangan antara hidup dan mati seorang Joe Simpson yang tidak pernah menyerah pada keadaan. Perjuangan seorang anak manusia yang tidak berhenti mendengarkan suara hatinya, meski dalam kondisi yang tereamat-sangat tidak mungkin-kaki sebelah kanannya patah dan lututnya remuk-plus-cuaca ekstrem.

Saya tidak akan bisa menggambarkan sebaik Joe sendiri yang telah dengan begitu detailnya menulis pengalamannya di buku ini. Deskripsinya begitu detail, seolah-olah kita sendiri turut mengalami penderitaannya. Strategi2 yang digunakan para pendaki beserta alat-alat yang digunakanpun diuraikan dengan sangat baik.

Baca deh!

Ada satu kesimpulan yang cukup mengejutkan, dimana setelah dianalisa faktor kesalahan apa yang menyebabkan mereka mengalami kegagalan penurunan, ternyata sepele. Mereka kurang membawa gas untuk keperluan memasak air! Mereka hanya membawa secukupnya saja, dengan asumsi tidak akan lama mendaki. ternyata akibat kurangnya persediaan gas tersebut, mereka jadi terburu-buru dan kurang konsentrasi. Akibat yang fatal harus dialami.
Konflik batin, luka fisik, dan pengalaman menyedihkan selama berada di gunung es.

tapi begitulah hidup, karena jika tidak mengalami kecelakaan ini, Joe Simpson mungkin tidak akan menjadi pebisnis sukses seperti sekarang ini!

C'est La vie.