Monday, April 30, 2012

PJId, Menikmati Musik Semusik-musiknya

All right, this is the last day of submission for PJID Blog Competition. I have no intention of winning the award, especially with this kind of writing, tapi kalo iba sih, boleh lah bagi atu hadiahnya...hahaha...(mau-mau malu ceritanya)

Saya ga punya banyak hal untuk di share tentang Pearl Jam atau band-band Seattle Sound lainnya yang lebih dikenal dengan nama Grunge. Sebenarnya saya malah ga terlalu paham arti Grunge itu sendiri, selain trend yang pernah mendunia pada tahun 90-an, mulai dari warna musik sampai fashion.  

Kalau ada yang memang bener-bener pengen tau ya, gugling aja kali yaa..hare genee..:D

Saya cuma selalu bilang ke orang-orang, kalau ditanya tentang Pearl Jam, apa sih arti Pearl Jam buat kamu?

Lalu saya jawab, dengan tatapan menerawang dan mata berkaca-kaca: Pearl Jam is my spiritual journey. Tsaaahh…..

Kebanyakan penyuka Pearl Jam juga suka sama musik-musik sealirannya, seperti Soundgarden, Alice in Chains, Nirvana, Silverchair dll dsb.

Ya, saya tau juga sih beberapa dari lagu-lagu para maestro tersebut di atas. Tapi yang bener2 saya suka dan tekuni sehari-hari (tekuni dengar di MP3, maksudnya) memang Cuma Pearl Jam aja.

Kenapa? Ga tau juga.

Oke, mari cerita dulu awal pertemuan saya dengan Pearl Jam. (bagi yang pernah baca Notes saya di FB pasti males deh baca lagi di sini..ahahahha)..

Jadi begini...

Pada jaman dahulu kala, kira-kira 20 tahun yang lalu..saat itu Indonesia tengah mengalami masa-masa kejayaannya (kejayaan KKN, maksudnya). Sementara saya saat itu lagi lucu-lucunya, lagi jerawatan-jerawatannya...kalo ga salah masih kelas 2 SMA gitu deh..

Saat itu saya masih jadi pendengar  radio Prambors, penggemar Glam Rock dan Metallica, kadang-kadang sok ngerti Thrash Metal juga (padahal engga).

Suatu saat saya mendengar sebuah lagu yang intronya mirip banget sama Little Wing, lagu kesukaan saya juga. Believe me deh, saat dengar lagu itu saya langsung menemukan ”momen” itu. Momen yang kalo kata orang namanya “jatuh cinta”. Cuma sepertinya sih lebih tepat “terbang cinta”, karena saking terbawa dengan suara penyanyinya, yang saat itu sama sekali tidak saya kenal.

Kalo ga salah saya sempat tanya ke teman-teman sekolah, dengan cara menyenandungkan nada-nada lagu tersebut. Yah, mungkin karena memang ngga bakat nyanyi, ngga ada satupun yang tau..hehe..

Mau tau ngga lagunya? Iya bener, Yellow Led Better.

Sampai beberapa minggu saya masih belum mendapat pencerahan dari siapapun soal lagu ini, sampai suatu hari, saya mendengar sayup-sayup dari kamar saya, ada suara yang saya kenal. Suara penyanyi Yellow Led Better!!

Langsung saja saya mencari asal suara itu, yang ternyata dari kamar kakak saya. Saya lupa dia sedang memutar lagu yang mana, yang jelas album Ten.

Dengan perasaan tak menentu, deg-degan saking excitednya (beneran ini, saya deg2an setengah mati saking girangnya), saya bertanya siapa yang nyanyi lagu ini. Kakak saya menjawab dengan cueknya, Pearl Jam.

Dan saat itulah, sodara-sodara, perjalanan spiritual saya dimulai.

Dari Yellow Led Better, yang semakin saya puja-puji setelah saya berhasil masuk UI dan memakai jaket kuning kebanggaan almamater itu, saya menggilai album pertama Pearl Jam, Ten.

Sejak awal, Pearl Jam dengan lagu-lagunya yang menyuarakan protes pada ketidak adilan, kesemena-menaan dan masalah-masalah sosial lainnya, mungkin, telah ikut memberikan pondasi bagi pandangan saya terhadap masalah-masalah sosial yang ada. Apalagi sekarang Pearl Jam juga ikut peduli dengan lingkungan, hmm..tambah sayang aja deh saya ama band satu ini..

Satu lagi, lagu Pearl Jam tidak ada yang cengeng lho!

Black? Tidak. Lagu Black meski menyuarakan kepedihan justru malah memberikan kekuatan bagi para The Brokenhearted untuk get up and move on.

Jadi sia-sia saja kalau ingin bermellow-mellow dengan lagu-lagu Pearl Jam, karena biasanya sih gagal.

Kemudian, album Binaural. Meski keluar pada tahun 2000, (di Indonesia mungkin baru ada tahun 2001), terus terang saja saya baru rutin mendengarkannya saat tahun 2007-2008. kenapa? Ya karena sejak selesai kuliah lalu menikah dan bekerja di tahun 2000-2001, praktis saya tidak pernah mendengarkan Pearl Jam lagi. Kesempatan itu datang pada akhir tahun 2004, saya mulai tune in lagi dengan Pearl Jam, itupun setelah diajak bergabung milis tenclub oleh sahabat saya, you know who, if you dont know then ask someone who. *alah

Binaural memiliki warna yang berbeda dari album lainnya, yang saya kurang bisa menjelaskan karena ceteknya pemahaman musik saya. Tapi album ini jelaslah berpengaruh pada spiritual journey saya. Terutama lagu Parting Ways, yang selalu saya senandungkan demi menguatkan mental spiritual saya di pertengahan th. 2007.

Bergabung di milis tenclub yang kemudian berganti nama menjadi Pearl Jam Indonesia adalah satu keberuntungan bagi saya. menemukan saudara-saudara sesama penyuka musik yang bukan mainstream tentu saja merupakan berkah tersendiri. Apalagi mendatangi acara-acaranya. Belum lagi kesempatan bertemu dan berteman dengan personil band-band hebat seperti Alien Sick, Respito, Besok Bubar, Bittertone, Perfect Ten, Cupumanik, Dialog DIni Hari, Navicula (yg dua tearkhir kurang akrab, jauh sih soalnya hahaha) dll, banyak deh pokonya, semuanya asik-asik :D

Saya ingat ketika pertama kali Pearl Jam Indonesia akan menyelenggarakan Pearl Jam Nite pertama. Rapat-rapat di  foodcourt Pasaraya, cari venue, dana, sampai sebar-sebar flyer di lobby kantor, patas Blok M-Tg. Priok, pagar rumah, dsb dsb ..:))

Dan yang paling menyakitkan adalah saya tidak bisa menonton acara tersebut karena besoknya adalah hari pertama masuk kantor dengan bos paling galak se Artha Graha..huhuhuhuhuuuhhu...:’((

Lalu Pearl Jam Nite pun menjadi acara rutin tahunan, dan itu, adalah pesta yang selalu ditunggu-tunggu oleh jamaah jamiliah, yang setiap event selalu bertambah jumlahnya. Alhamduu..lil..laaah *intonasi a la Ustad Maulana :D* 

Saya adalah salah seorang yang merasa terberkati dengan adanya Pearl Jam, untuk kemudian menemukan sahabat-sahabat penyuka Pearl Jam juga dan berbahagia bersama mereka, menikmati musik se-musik2nya, itulah yang saya suka dari Pearl Jam Indonesia.

Kira-kira 4 atau 5 tahun lalu seusai even yang diselenggarakan oleh Pearl Jam Indonesia, saya pernah berucap kepada sahabat saya yang menggeret saya ke komunitas ini, ”Rasanya nanti setelah umur 35th kita ngga akan bisa deh ikut acara-acara musik seperti ini..secara, emak-emak gitu loh..” yang secara ragu-ragu diiyakan olehnya.

Dan ternyata sodara-sodara, Selasa kemarin bersama ribuan jamaah jamiliah lainnya (mulai lebay), saya masih bersuka ria, joget-joget, teriak-teriak bernyanyi bersama di depan panggung Kafe Pisa menikmati Perfect Ten dkk.

Artinya, selama Pearl Jam dihati saya, age is just number. Sampai Pearl Jam datang ke Indonesia atau sampai Hasley ga kuat nyanyi Lukin dan Perfect Ten nanti jadi semacam Barata Band yang menyanyikan lagu-lagu kenangan The Beatles (ini kata Hasley sendiri loh hihihi) , saya akan selalu menyempatkan datang, menyanyi bersama-sama sekaligus merayakan persahabatan yang dijalin oleh kecintaan kepada salah satu band terhebat di dunia, Pearl Jam.

 

Yeaaahh....Rock ON!!!  Bring Pearl Jam To Indonesia!!!