Mama Sayang
Apakah yang lebih menyakitkan daripada melihat orang yang kita kasihi menderita?
Setiap hari, setiap saya melihat wajah ibunda yang tersiksa penyakit yang tak kenal kompromi itu, hati ini terasa sakit berdarah-darah teriris dukanya. Setiap keluhan yang mama lontarkan, meski bukan maksudnya untuk merepotkan, adalah pisau yang menembus jantung keibaan saya. Terkadang saya merasa kalah, dan memilih untuk tidak menemuinya di kamarnya...namun bukankah itu malah menambah deritanya?
Mama saya adalah wanita yang sepanjang hidupnya dipenuhi dengan semangat hidup, dedikasi dan disiplin. Masa kecilnya cukup menyedihkan, karena beliau diambil paksa dari ayah ibu kandungnya di tanah manado oleh uwaknya sendiri untuk dibawa ke Jawa. Tidak pernah diketahui apa alasan uwaknya "menculik" dirinya, dan kalaupun ada alasan, apakah alasan "gemas" dan kadung jatuh cinta dapat membenarkan seseorang untuk memisahkan ikatan darah seorang anak terhadap orang tua kandungnya? Saya tak begitu mengenal uwak mama saya ini, yang kemudian biasa kami panggil dengan sebutan nenek. Jadi saya tak pernah habis pikir sampai sekarang.
Konon saat usia mama menginjak 7 tahun, sang ayah pernah datang ke Jakarta. Beliau, atau kakek saya itu, adalah seorang Komisaris Polisi bernama akhir Parengkuan di Manado sana. Beliau juga aktif di yayasan Vincentius, namun hanya itu informasi yang saya dapat. Saat itu, secara paksa mama saya ingin diambil kembali ke tanah Manado, namun, uwak saya itu, yang notabene seorang eks pejuang selentingan Wolter Monginsidi malah menghunus dengan sebilah badik sambil mengancam akan membunuh mama saya bila kakekku itu berani membawa mama ke Manado. Akhirnya kakek saya itu menyerah, dan demi menyelamatkan nyawa anak yang disayanginya, maka beliau kembali ke Manado tanpa membawa serta anak perempuannya itu.
Terus terang saya menyesali perbuatan uwak saya yang memisahkan hubungan anak dengan orang tuanya itu. Tapi saya juga tak habis pikir kenapa kakek saya itu, sang Komisaris Polisi, tidak pernah lagi mencoba datang ke Jakarta untuk mencari anaknya?
Apakah tidak tersisa lagi rasa cinta dan keirnduan di hatinya terhadap anaknya yang terpisah, tidak adakah daya upaya untuk kembali bersama anaknya itu?
Saya adalah seorang ibu, makanya saya benar-benar heran ada orang tua yang bisa merelakan anaknya diambil orang lain, meskipun masih saudara.
(bersambung)
Setiap hari, setiap saya melihat wajah ibunda yang tersiksa penyakit yang tak kenal kompromi itu, hati ini terasa sakit berdarah-darah teriris dukanya. Setiap keluhan yang mama lontarkan, meski bukan maksudnya untuk merepotkan, adalah pisau yang menembus jantung keibaan saya. Terkadang saya merasa kalah, dan memilih untuk tidak menemuinya di kamarnya...namun bukankah itu malah menambah deritanya?
Mama saya adalah wanita yang sepanjang hidupnya dipenuhi dengan semangat hidup, dedikasi dan disiplin. Masa kecilnya cukup menyedihkan, karena beliau diambil paksa dari ayah ibu kandungnya di tanah manado oleh uwaknya sendiri untuk dibawa ke Jawa. Tidak pernah diketahui apa alasan uwaknya "menculik" dirinya, dan kalaupun ada alasan, apakah alasan "gemas" dan kadung jatuh cinta dapat membenarkan seseorang untuk memisahkan ikatan darah seorang anak terhadap orang tua kandungnya? Saya tak begitu mengenal uwak mama saya ini, yang kemudian biasa kami panggil dengan sebutan nenek. Jadi saya tak pernah habis pikir sampai sekarang.
Konon saat usia mama menginjak 7 tahun, sang ayah pernah datang ke Jakarta. Beliau, atau kakek saya itu, adalah seorang Komisaris Polisi bernama akhir Parengkuan di Manado sana. Beliau juga aktif di yayasan Vincentius, namun hanya itu informasi yang saya dapat. Saat itu, secara paksa mama saya ingin diambil kembali ke tanah Manado, namun, uwak saya itu, yang notabene seorang eks pejuang selentingan Wolter Monginsidi malah menghunus dengan sebilah badik sambil mengancam akan membunuh mama saya bila kakekku itu berani membawa mama ke Manado. Akhirnya kakek saya itu menyerah, dan demi menyelamatkan nyawa anak yang disayanginya, maka beliau kembali ke Manado tanpa membawa serta anak perempuannya itu.
Terus terang saya menyesali perbuatan uwak saya yang memisahkan hubungan anak dengan orang tuanya itu. Tapi saya juga tak habis pikir kenapa kakek saya itu, sang Komisaris Polisi, tidak pernah lagi mencoba datang ke Jakarta untuk mencari anaknya?
Apakah tidak tersisa lagi rasa cinta dan keirnduan di hatinya terhadap anaknya yang terpisah, tidak adakah daya upaya untuk kembali bersama anaknya itu?
Saya adalah seorang ibu, makanya saya benar-benar heran ada orang tua yang bisa merelakan anaknya diambil orang lain, meskipun masih saudara.
(bersambung)
Comments