Tentang Luka
Hidup tiba2 terasa tak pernah benar2 mudah untukku.
Namun saat aku menyalahkan keadaan, semakin aku merasakan kehampaan.
Semakin aku mencari2 penyebab masalahku, semakin aku merasa Allah membenciku.
Tapi aku beruntung, masih ada dalam diri ini yg menuntunku untuk luruh di atas sajadah,
berkeluh kesah dan menumpahkan segala amarah,
lalu tiba2 semua menjadi biasa-biasa saja.
Masalahku, biasa.
Kemarahanku, tak berguna.
Kesedihanku, hanya membuatku semakin tak berdaya,
dan semakin sering aku mengadukan masalahku kepada Allah,
semakin tak ada artinya permasalahan dan keluh kesah yang kucurahkan.
Dunia ini lebih dari itu,
hidupku ini lebih dari sekedar menyesali nasib, atau merutuki perbuatan seseorang kepadaku.
Aku tak perlu terpengaruh akan tindakan orang lain, karena jika pun aku mati karena meratapi hidupku, dunia akan tetap berputar.
Aku dalam perputaran kosmis adalah lebih remeh daripada sebutir debu.
Tapi aku butuh duniaku, aku butuh Tuhanku, aku butuh menghargai hidupku dan memberinya arti.
Dalam keterpurukanku, ternyata aku temukan hikmah luar biasa.
Meski aku bukan siapa-siapa bagi siapapun, tapi aku adalah hambanya Allah, Aku punya Allah sebagai tempat kembali, dan Dia selalu ada untukku.
Lucu bagaimana luka-luka menuntunku untuk menghampiriNya, bersimpuh dan mengadukan segalanya, lalu tiba-tiba semua jadi terang yang menghangatkan kalbu.
Ternyata kebahagiaanku selama ini semu, bila tak benar-benar aku gantungkan hidupku pada keputusan Sang Maha Kuasa, Allah subhanahu wa ta'ala.
Dan karenanya, kuterima segala ujian hidupku, hukuman bagi dosa-dosaku, lalu kuserahkan kembali semua persoalan dan segenap hidupku pada Sang Pemilik Jiwa dengan penuh keikhlasan.
Yaa hayyu yaa qoyyum, birohmatikal astaghits, wa ashlihli sya'ni kullah, wala takilni illa nafsi thorfatan aini abadan 🤲🏼
wal hamdulillahi robbil aalamiin.

Comments