Flashback saat kerja di AG Group

Iseng di rumah mertua, mending kita flash back ke zaman baheula aja lah ya. 

Konon, tanda-tanda tua itu ya gemar mengenang masa lalu. Fix berarti saya tua..haha


Ini cerita saat saya bekerja di sebuah perusahaan milik seorang konglomerat. Saat itu saya menjadi tim legal di group holding, yang mengurusi aset dan tetek bengek seluruh perusahaannya. 


Tapi saya waktu itu cuma jadi kroco mumet yah, bukan apa-apa apalagi siapa-siapa. Ibaratnya diinjek mejret lah, wong kerja juga tidak pakai kontrak, gaji pun cash tidak melalui transfer bank. Jadi kalau gajian persis abang-abang kreditan bawa duit berjeti-jeti di tas. 


Tentunya banyak sekali cerita saat bekerja di sini, banyak sedih, senang, kesal, tapi juga seru. 

Contohnya bos saya. Dia ini terkenal di seantero grup dan holding sebagai orang paling galak, paling cerewet, paling jutek, paling saklek dan kadang-kadang licik juga. Pokoknya orang-orang sebisa mungkin menghindari bertemu atau berurusan dengannya, saking ribet dan horornya bos saya ini.


Sering sekali dia marah-marah ke anak buahnya, sampai ke level mempermalukan. Kadang saya yang mendampingi atasan saya sampai bingung dan pingin ngumpet di kolong meja saja, karena atasan saya itu diomeli habis-habisan, bahkan di hadapan klien sekalipun. 


Hampir semua orang, bukan cuma karyawan dia saja ya, yang dimarahi. Para direktur, komisaris, notaris, bahkan klien pun kalau menurutnya ngeyel, ya dia omeli. Kayanya mudah betul dia ngomel untuk sesuatu hal yang kita anggap kecil.

Tapi heran, kalau sama saya dia tidak pernah ngomel, lho. Kalaupun ngomel, tidak pernah sampai keluar nama-nama binatang atau makian g**l*k gitu deh. Padahal sama yang lain dia begitu. 


Enggak tahu juga kenapa. Kalau sama karyawan yang lain, naik mobil bareng dia, harus duduk di depan dekat supir. Tapi saya selalu disuruh duduk di sampingnya, lalu diajak ngobrol, terkadang memberi masukan tentang pekerjaan. Padahal sebenarnya kalau boleh memilih, mendingan saya duduk di depan deh dekat pak supir, kalau di samping dia, deg-degannya itu lho...ampuuun...semacam sport jantung kalau berada di dekatnya.


Nah, bos saya ini meski gualak tapi dia memang cerdas. Dan termasuk salah satu orang yang kata-katanya selalu didengarkan sama si Konglomerat ini. Sebut saja dia "Bapak". Setiap kali Bapak ingin melakukan suatu bisnis baru, pasti konsultasi dulu ke si bos. Tapi biasanya, meski ditentang si bos, Bapak akan tetap jalan dengan idenya itu, lalu bos saya akan mau tak mau mendukungnya, untuk kemudian mencurahkan kekesalannya kepada kami, anak-anak buahnya.


Enough cerita si bos, saya ada cerita lucu waktu melakukan perjalanan bersama si Bapak. Eh ini perjalanannya bersama tim, ya, berombongan gitu.


Jadi pertama kali saya naik pesawat tuh ya saat bekerja di sini. Suatu saat saya diperintah bos untuk mendampingi atasan saya yang akan bertugas sebagai internal lawyer di acara salah satu perusahaan Bapak di Indonesia bagian timur. Yah, kurang lebih sebagai paralegal gitu deh. Untuk keperluan acara itu, si Bapak membawa seluruh tim yang sudah dipilih dengan menggunakan dua pesawat pribadinya. Jadi rombongan dibagi dua, Bapak bersama pembesar-pembesar grup dan para investor di dalam pesawat pertama; dan tim rempong, yang terdiri dari wartawan internal dan tim teknis, termasuk saya dan atasan saya, di dalam pesawat kedua yang lebih kecil.  


Waktu itu kita check in di bandara Halim Perdanakusumah, dan ternyata pesawat si Bapak ini ada lounge khusus di bandara tersebut. Di dalam lounge, terdapat meja prasmanan yang penuh dengan makanan untuk sarapan rombongan. Saat itu karena saya grogi mau naik pesawat pertama kali, saya cuma makan bubur ayam yang panasnya nggak hilang-hilang, bahkan sampai saat pesawat sudah boarding. 


Lalu tibalah saat masuk ke pesawat. Rasanya gimana ya, antara excited dan takut gitu lah. Tapi saat itu saya belum tahu kalau saat take off dan landing adalah saat-saat beresiko, jadi saya malah asyik ngobrol dengan atasan saya, sampai tiba-tiba dia berhenti bicara lalu memejamkan mata dan komat kamit membaca doa. Saya bingung, ada apa, kok bisa-bisanya lagi asik bicara tetiba diam begitu. Ternyata saat itu pesawat sedang take off. Setelah pesawat mencapai ketinggian tertentu, dan pramugari mengumumkan bahwa sabuk pengaman boleh dilepas, barulah atasan saya kembali bicara. 


Di dalam pesawat tersebut, kami ditawari permen, surat kabar dan sarapan lagi. Karena sebelumnya di lounge saya tidak sempat menghabiskan bubur saya, maka saya memesan cheese omelet lengkap yang ternyata rasanya uennakk buanget. Lalu yang paling asyik selama di pesawat itu adalah, saya bisa refill minum berkali-kali. Jus apel, jus jambu, orange jus sampai kopi saya cicipi semua...snack juga tidak ketinggalan, saya ambil semua, termasuk permen-permen saya kuras dari mangkuk-mangkuknya dan masukkan ke tas...hahaha...kemaruk ya...tapi sepertinya pramugarinya sudah biasa melihat kelakuan penumpang norak seperti saya, jadi mereka asyik-asyik saja melayani dengan baik. 

Sungguh suatu pengalaman terbang pertama kali yang menyenangkan.   


Ada suatu peristiwa yang lucu saat di lokasi kunjungan. Jadi ceritanya kami semua tinggal di mess perusahaan. Untuk Bapak, pembesar Group dan investor, mereka menempati semacam cottage yang fasilitasnya lengkap. Sementara kami, para kroco mumet menempati mess karyawan yang sederhana.


Nah suatu saat si Bapak mau ke rumah dinas Bupati, pagi-pagi sekitar jam 9. Jam 8 pagi sudah banyak polisi forrider yang akan menemani kendaraan Bapak menuju rumah dinas Bupati. Bapak sendiri saat itu sudah rapi, memakai pakaian batik serta sepatu pantofel dan sepertinya mau sarapan. Saat itu sarapannya di lapangan, yang diberi semacam tenda besar seperti kubah begitu. Sebuah meja panjang ditaruh di tengah-tengah tenda, dan dihias seadanya. Di atasnya ada nampan-nampan yang masih belum ada apapun di dalamnya. Kebetulan chef di tempat itu adalah managing director di site tersebut, dan dia belum selesai memasak sarapan. Usut punya usut, si chef belum berani mengeluarkan makanan karena makanan yang diminta Bapak, yaitu rumput laut, belum dikirim oleh nelayan. Jadi memang sengaja menunggu pagi itu juga, karena Bapak tidak mau makan rumput laut yang tidak benar-benar segar. Chef tidak berani keluarkan makanan, karena dia tahu Bapak pasti ngamuk kalau makanan favoritnya tidak ada. Tapi saya sendiri yang berada tidak jauh dari Bapak menangkap kesan bahwa beliau tidak peduli dengan rumput laut, karena setelah sarapan harus segera menemui Bupati. 

Ternyata sampai hampir jam 10, sarapan yang dinanti-nanti tak kunjung keluar. Maka mengamuklah si Bapak. 


Kebayang, nggak, kalau orang nomor satu di kerajaan bisnis mengamuk itu seperti apa?

Sereeem...


Jadi si Bapak yang sudah pakai baju batik rapi dengan sepatu mengilap tiba-tiba marah besar, melepaskan baju batiknya, dan sepatunya dilemparkan dengan semena-mena. Kebetulan saat itu sebagian makanan sudah keluar, hanya saja si rumput laut cilaka itu belum ada. 


Saya lupa ngomelnya bagaimana, tapi yang jelas semua orang, bahkan ring satu sekalipun tidak ada yang berani mendekatinya. Saya sendiri yang berdiri tidak jauh darinya, melihatnya marah-marah di tengah lapangan merasa miris sendiri. Kok kasihan sekali, seperti anak kecil tantrum. Tapi tidak ada yang mau menenangkannya. Dan tahu nggak apa yang saya lakukan?


Entah dorongan dari mana, saya tiba-tiba mendekati Bapak dan membujuknya untuk sarapan dengan apa yang ada.


Saya tahu semua mata memandang saya dengan ngeri dan mungkin membatin, ini anak dari mana, songong betul, tapi saya tetap mendekati Bapak sambil mengajaknya bicara pelan. 

Anehnya, si Bapak tidak marah kepada saya, malah dia seperti anak kecil yang mengadukan kekesalannya, karena lamanya sarapan tersebut dihidangkan, maka sebagus-bagusnya makanan jadi sudah tak berarti lagi. 


Saya tetap membujuknya untuk makan ini dan itu sambil menunjukkan makanan-makanan yang sudah tersedia, dan ajaib, amarah Bapak tiba-tiba mereda. Lalu pada saat yang bersamaan si rumput laut cilaka itu pun datang juga, bersama sang chef-managing director... entah hukuman apa yang bakal ia terima, yang jelas wajahnya sudah nggak jelas romannya karena takut.


Tapi Bapak cuek saja. Kelihatannya bujukan saya berhasil, karena kami kemudian mengobrol sebentar, diselingi omelan mengenai ketepatan waktu, disiplin dll. Beberapa personel ring satu mulai berani mendekati Bapak, dan kemudian mengajaknya ngobrol. Maka saya pun tahu diri kembali ke tempat saya sebagai staf rendahan di pojokan...wkwkwkk


Tak lama kemudian saya lihat Bapak sudah tertawa-tawa bersama para tamu, sambil mengambil piring dan menyendok makanan kesukaannya itu : rumput laut!


Setelah acara sarapan kesiangan itu, Bapak tidak jadi ke rumah dinas Bupati. Karena sudah malas, katanya. Apalagi pakai forrider segala, ternyata ia anti sekali dengan forrider. 


Ya sudah, akhirnya Bupatilah yang mengalah mendatangi kami. Syukurlah pertemuan berjalan lancar dan sesuai dengan yang diharapkan.


Next, nggak ya? 😁😁


Postingan FB 1 Nov 2020


Comments

Popular posts from this blog

Marriage and Loyalty

The Year is 1994

Is Marriage Scary?