Posts

Bukan Review Film The Irishman

Gaes, aku nih kan lagi nonton film The Irishman (2019), yaa film2 mafia gitu lah ya, tapi kemasannya lebih santai.  Nah ada satu scene yang bikin aku terharu. Sebenernya scene ini nggak dimaksudkan untuk bikin penonton baper sih, cuma aku kok rasanya haru banget gitu. Dasar aku! 🤭 Jadi ceritanya nih si Frank ditawarin "pekerjaan" ya kan, trus dia dapet bayaran US$ 10 ribu. Tapi DPnya US$ 2000 dulu. Uang tersebut diberikan dalam amplop, yang mana separohnya dia ambil, mungkin utk modal kerja, yang separohnya di dalam amplop di taruh di meja makan, untuk istrinya.  Lihat itu aku langsung mbrebes mili dong. Mirip sama filmnya Tom Cruise yang dia jadi pilot lalu alih profesi jadi penyalur narkoba utk Cuba (American Made, 2017), dia dapet duit berapa aja dikasih ke istrinya. So sweet banget kan. Ini contoh orang2 nggak bener ya, gimana yang bener? (Monmaaf ga paham juga kenapa aku ambil contohnya yang macam gini 🙈) Mau ga mau aku jadi teringat suamiku juga dong. Yang dapat uang

The Year is 1994 ...and a little bit 1995

Setelah telepon yang menentukan nasibku itu, di otakku mulai terbersit banyak hal. Bagaimana mengurus transkrip nilai, baik nilai FE maupun LIA. Untungnya di LIA aku mulai final test Intermediate 4, jadi pas dengan kenaikan tingkat. Nantinya untuk level Advance aku bisa lanjutkan di Jakarta. Bagaimana dengan uang kost yang kadung sudah dibayar setahun? kakak-kakak kosanku menyarankan untuk mengalihkannya ke mahasiswi lain yang membutuhkan. Namun ternyata ibu kos aku menolak. Belakangan aku mengetahui bahwa memang mengalihkan sewa ke orang lain tanpa persetujuan landlord termasuk hal yang dilarang dalam perjanjian sewa menyewa. Aku juga memikirkan pesta perpisahanku dengan teman-teman kampus, mau traktir mereka di mana, sampai rencana pulang menggunakan bus Damri yang belum pernah aku lakukan semenjak kuliah di Unila dan bolak balik Jakarta-Lampung. Banyak sekali hal-hal yang ingin kulakukan agar kepergianku dari Lampung agak memorable bagi teman-teman yang kutinggalkan. Aku lupa berapa

The Year is 1994 (2)

Alhamdulillah aku diterima di FE Unversitas Lampung. Saat itu jurusan yang aku ambil adalah Manajemen. Aku merasa campur aduk, antara sedih, gembira dan khawatir. Sedih karena gagal masuk FSUI (Sastra Inggris), gembira karena lulus pilihan kedua, dan khawatir karena aku belum pernah sekalipun menginjak luar Jawa.  Di tengah ucapan selamat kepadaku atas kelulusan UMPTN, tetap saja ada beberapa teman yang sering meledek pilihanku. Mungkin karena Unila bukanlah pilihan yang populer, apalagi saat itu Lampung bukanlah kota besar seperti Bandung, Semarang, Malang, atau Jogjakarta. Aku sendiri lupa, apakah aku satu-satunya yang masuk Unila dari seluruh siswa di SMAku, yang jelas memang aku tidak menjumpai teman satu SMA di Unila kelak, baik kakak tingkat maupun seangkatan. Sahabat-sahabatku sendiri lulus Universitas Negeri juga. Diana masuk Fisip Unibraw, Yulia masuk Sastra UI, Dinar kemudian mencoba D3 Fisip UI, dan lulus, sementara Eny memilih ASMI yang saat itu merupakan salah satu kampus

Is Marriage Scary?

Saya tergelitik untuk menulis tentang ini, gara-gara topik Si Paling Komen di acara Kis in The Morning Jumat lalu.  Jadi host acara tersebut, abah Udjo & uni Ivy Batuta ambil topik ini karena ramai di sebuah platform sosmed, ada seseorang yang bertanya tentang penyesalan terbesar dalam hidup. Kebanyakan menjawab: penyesalan terbesarnya adalah menikah. Kalau cuma satu atau dua orang aja yang menjawab demikian mungkin nggak masalah ya. Tapi ini banyak...sampai-sampai kedua host Kis tersebut penasaran dan melemparkan topik is Marriage Scary? ..dan tahu nggak jawaban pendengar Kis (yang kebanyakan ibu-ibu)? Yep, they mostly answered yes. Banyaknya jawaban yes ini membuat kedua host jadi agak khawatir nantinya orang-orang malah beneran takut menikah, dan akhirnya mengubah topik menjadi: Apa kesulitan terbesar dalam perkawinanmu (yang sudah kamu lewati)? Wah. Saya sendiri paham, mengapa perkawinan yang bermasalah atau gagal itu menyakitkan, bahkan traumatis. Tapi kalau mendengar send

The Year is 1994

 Apa saja yang terjadi pada tahun 1994? Wow...exactly 30 years a go.  Saat itu aku berada di tahun terakhir SMA, usia menjelang 18 tahun. Aku punya gank yang terdiri dari 5 cewek (termasuk aku) dan banyak cowok (jumlah cowoknya nggak jelas, personil tetap mungkin hanya 5 orang saja). Tapi yang jelas kehidupanku berputar bersama keempat temanku ini. Kami semua anak IPS, meski kami nggak bodoh dan nilai-nilai kami bagus, tapi kami juga bukan termasuk bintang kelas. Kebetulan SMA kami adalah yang terbaik di wilayah kota kami, kalau dulu istilahnya SMA favorit. Masuknya disaring dari nilai ebtanas murni (NEM) SMP. Jadi konon yang masuk SMA itu anaknya pintar-pintar. Tapi zaman itu sepertinya anak-anak belajarnya tetap santai, tidak terlalu kompetitif, dan masih banyak mainnya daripada belajarnya. Meski demikian kami ikut les matematika di salah satu guru matematika IPS, Ibu Penny (Rahimahallah), yang rumahnya di daerah Sukapura.  Rumah kami sendiri ada yang di Koja, ada yang di Semper Bara

Desa KKN Trip

Image
Tidak terasa sudah hampir seminggu yang lalu kami melakukan perjalanan ke Semarang-Magelang menemui Kyara. Tujuan sebenarnya sih ngangkutin barang-barang dia dari kosannya, karena sayang aja bayar kos selama dua bulan padahal ngga dipake. Jadi Kyara ini sudah mulai KKN yang akan berlangsung selama dua bulan dan habis itu ia insya Allah akan ke Jakarta untuk magang selama tiga bulan.  Niat awal berangkat jam 4 subuh, salat di rest area setelah MBZ. Tapi ternyata paksu bangun jam 2 dini hari, katanya sudah nggak bisa tidur lagi. Saya sendiri dengar dia bangun otomatis kebangun juga, akhirnya saya bergegas mandi, sementara paksu masak sosis, spicy wings dan nganget2in nasi semalam untuk sarapan kita di jalan.  Pukul 3 kita bangunin Adzkiya, dan Faza yang memang belum tidur, saya suruh tahan jangan tidur dulu untuk tutup pagar dan kunciin pintu-pintu. Lalu pukul 3.15 kamipun berangkatlah dari Griya Bukit Jaya ke Semarang.  Ada satu hal yang mengganggu, karena sebenarnya Sabtu 29 Juni saya

Marriage and Loyalty

Image
Yesterday I had a chat with my husband about loyalty, in terms of marriage. I asked him, why do some people think marriage is about loyalty ? I think loyalty has nothing to do with marriage. Marriage is merely about responsibility. Once you promise to God and in front of your parents and witnesses, you should take your part of responsibility.  God knows human needs other humans to share the burden. Marriage is supposed to function like that. However, for the role that based on gender like conceiving a baby, it's surely on woman. But other than that, it all for shared.  parenting --> both delivering meals --> both  laundry --> both  cleaning house --> both  earn living --> either one of both  Any couple can discuss what kind of arrangements to make their marriage works comfortably. It would be crazy if a couple don't discuss their arrangement and expect their marriage would go smoothly.  But again, please do not include loyalty in that arrangement.  LOYALTY ONLY W